Logo Indosia sentris Logo Indosia sentris
  • Home
  • Nasional
  • Regional
  • Heritage
  • Lifestyle
    • Pariwisata
  • Saintek
  • Ekonomi
Reading: Ketika Jaksa Azam Menganggap Korupsi Dibilang ‘Rezeki’
Share
Search
Font ResizerAa
Indonesia SentrisIndonesia Sentris
  • Nasional
  • Pariwisata
  • Heritage
  • Saintek
Search
  • Home
  • Nasional
  • Regional
  • Heritage
  • Lifestyle
    • Pariwisata
  • Saintek
  • Ekonomi
Follow US
Made by ThemeRuby using the Foxiz theme. Powered by WordPress
Home » Blog » Ketika Jaksa Azam Menganggap Korupsi Dibilang ‘Rezeki’
Dialektika

Ketika Jaksa Azam Menganggap Korupsi Dibilang ‘Rezeki’

Catatan Cak AT - Ahmadie Thaha

By admin
Last updated: 15/07/2025
5 Min Read
Share
jaksa korupsi

Indonesiasentris.com | Jaksa Azam mengaku uang Rp 8 miliar di rekening istrinya adalah ‘rezeki’. Tak disebut rezeki siapa. Yang jelas, bukan rezeki korban.

Di tengah parade prestasi Kejaksaan Agung yang berhasil membongkar kasus-kasus kakap senilai ratusan triliun rupiah, seorang jaksa dari Jakarta Barat malah memutuskan untuk menjadi bintang sinetron dengan genre korupsi komedi religi.

Namanya Azam Akhmad Akhsya, yang lebih cocok dijuluki “Jaksa Rezeki Nomplok”. Pasalnya, ia menilap Rp 11,7 miliar, sebagian besar ditransfer ke rekening sang istri, dan dengan jujur (atau naif?) ia menyebutnya sebagai “rezeki”.

Mungkin dia pikir Tuhan sedang memakai jalur bank transfer hasil korupsi sebagai jalan turunnya berkah. Ketika Allah Swt berfirman bahwa Dia-lah yang memberikan rezeki kepada makhluk-Nya, lantas hasil korupsi masih layakkah disebut rezeki?

Mari kita jujur sejenak, tidak semua orang kuat iman saat melihat miliaran rupiah nampang di depan mata. Tapi ketika yang tergoda itu justru orang yang disumpah menegakkan hukum dan memberantas korupsi, kita patut bertanya: Apakah jaksa seperti ini hasil rekrutmen atau hasil reinkarnasi dari bandit-bandit pasar gelap?

Jaksa Azam sang koruptor yang baru saja divonis tujuh tahun penjara tampaknya ingin naik level. Bukan lagi sekadar penegak hukum, ia ingin menjadi Robin Hood. Tapi alih-alih mencuri dari orang kaya untuk dibagikan ke rakyat miskin, ia memeras korban investasi bodong dan membagikannya ke atasan, kolega, istri, dan dirinya sendiri.

Terungkap di pengadilan: Rp 8 miliar masuk ke rekening istri; Rp 1 miliar untuk umrah, jalan-jalan; untuk CSR gaya baru: sumbangan pesantren, Rp 2 miliar; buat asuransi BUMN; Rp 2 miliar lagi deposito. Dan, tidak lupa, properti senilai Rp 3 miliar untuk masa pensiun yang nyaman.

Kalau ini bukan rancangan keuangan jangka panjang kelas “koruptor visioner”, saya tak tahu apa lagi namanya. Investasi syariah? Boleh jadi. Tapi uangnya dari mana? Dari para korban Fahrenheit yang seharusnya dilindungi hukum, malah dipermainkan jaksa yang seharusnya mengadili.

Kejahatan Azam bukan sekadar mencuri. Ia menyalahgunakan wewenang, menipu sistem, memanfaatkan jabatan, dan memeras korban melalui pengacara palsu dengan bumbu “paguyuban fiktif”.

Ini bukan korupsi biasa. Ini delusi institusional: menganggap diri di atas hukum, lalu mengajak kolega ikut pesta pora. Bahkan nama-nama atasan disebut menerima bagian, mulai dari Rp 150 juta hingga Rp 500 juta. Semua tentu dengan iringan nada reflek: “Saya tidak tahu menahu.”

Azam juga sempat sesenggukan di pengadilan, minta maaf dengan nada religius. “Saya mohon maaf… ini penebus dosa-dosa saya.” Tapi sebelumnya ia sudah sempat menikmati harta korupsi untuk sumbangan pondok pesantren. Ironi yang begitu indah hingga membuat Nietzsche terjengkang dari kubur.

Hal paling menyedihkan dari semua ini bukan soal jumlah uangnya. Tapi soal normalisasi dosa yang dibungkus narasi keluarga. Uang di rekening istri dianggap rezeki. Uang hasil korupsi dipakai untuk “proteksi finansial keluarga”.

Jaksa macam ini percaya bahwa membobol kepercayaan publik bisa ditebus dengan menangis di pengadilan dan menyumbang sedikit ke pesantren. Ini seperti maling ayam yang melempar Rp 10 ribu ke kotak infak masjid agar amalnya seimbang.

Lebih parah lagi, kejadian ini merusak reputasi Kejaksaan yang selama ini sedang naik daun karena berhasil membongkar mega korupsi. Kasus BTS 4G, timah Bangka, hingga mafia migas berhasil diungkap. Tapi satu jaksa dari Jakarta Barat bisa membuat semua pencapaian itu terguncang. Satu tikus bisa membuat seluruh dapur dinilai jorok.

Sudah terlalu sering kita dengar kata “pembinaan mental”, “pengawasan internal”, dan “kode etik”. Tapi kasus ini membuktikan bahwa korupsi tak pernah mati gaya. Yang berubah hanyalah narasi pembenaran. Hari ini disebut “rezeki”, besok bisa saja dinamai “hibah sosial”.

Azam hanyalah wajah dari sistem yang belum sepenuhnya sembuh. Sanksi tujuh tahun penjara dan denda Rp 250 juta? Itu hanya seujung kuku dari nilai yang dirusak: kepercayaan publik.

Kalau benar Kejaksaan ingin bersih, bukan cuma Azam yang diadili. Seluruh sistem penegakan etik internal perlu dibongkar ulang. Termasuk yang membiarkan praktik semacam ini terjadi bertahun-tahun tanpa deteksi.

Seharusnya jaksa menegakkan hukum, bukan alibi. Seharusnya uang negara dikembalikan ke rakyat, bukan dialirkan ke deposito. Dan seharusnya keluarga jaksa merasa bangga karena punya orang tua yang jujur, bukan kaya mendadak lalu disebut “dapat rezeki”.

Semoga kejaksaan tidak hanya menang dalam membongkar korupsi di luar, tapi juga berani mengusut tuntas kebusukan dari dalam. Karena hukum bukan panggung sandiwara. Dan jaksa bukan aktor air mata.

Ma’had Tadabbur al-Qur’an, 15/7/2025

Sign Up For Daily Newsletter

Be keep up! Get the latest breaking news delivered straight to your inbox.
[mc4wp_form]
By signing up, you agree to our Terms of Use and acknowledge the data practices in our Privacy Policy. You may unsubscribe at any time.
Share This Article
Facebook Email Copy Link Print

SUBSCRIBE NOW

Subscribe to our newsletter to get our newest articles instantly!
[mc4wp_form]

HOT NEWS

phri dki jakarta

Rakerda PHRI, Ini Imbauan Menteri Lingkungan Hidup untuk Usaha Hotel dan Restoran

LifestylePariwisata
14/06/2025
Forum sejarah haji dan dua masjid di jeddah

Forum Sejarah Haji dan Dua Masjid Suci Tampilkan Dokumen Langka

Indonesiasentris.com | Jeddah– King Abdulaziz Foundation (Darat Al-Malik Abdulaziz) menyelenggarakan Forum Sejarah Haji dan Dua…

11/11/2025
boki-maruru-halteng

Inilah 8 Wisata Alam yang Eksotik di Halamahera Tengah, Yuk Berwisata!

Halmahera Tengah merupakan salah satu wilayah kabupaten di Provinsi Maluku Utara. Berikut destinasi wisata Halmahera…

14/06/2025
Bayt-Al-Qur_an Museum-Istiqlal

Bayt Al-Qur’an dan Museum Istiqlal Resmi jadi Museum Tipe A

Bayt Al-Qur’an dan Museum Istiqlal, yang berada di bawah naungan Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an (LPMQ),…

21/01/2025

YOU MAY ALSO LIKE

Demokrasi Yang Penuh Bug

INDONESIASENTRIS.COM | Demokrasi, kata sebagian orang, termasuk sistem terbaik yang pernah diciptakan manusia, meskipun penuh cacat. Namun, ada juga yang…

Dialektika
03/02/2025

Ketika Ibu Kota Nusantara Berubah Jadi Ibu Kota Politik

Catatan Cak AT - Ahmadie Thaha

Dialektika
21/09/2025

Kurikulum Cinta

Kurikulum Cinta! Ya, akhirnya pendidikan kita tak hanya membahas cara membajak tanah, tapi juga bagaimana menanam kasih sayang di dalamnya.

Dialektika
06/02/2025

Mindset dan Teori Gunung Es: Menyelam Lebih Dalam ke Akar Pola Pikir

Noto Susanto, SE, MM (Dosen Universitas Pamulang)

Dialektika
28/10/2025

Logo Ikon Indonesia Sentris

Web Syndication:

  • Info Keamanan
  • Destinasi Indonesia
  • Warta Regional
  • Info UMKM
  • Info Halal
  • Inilah Kita
  • Info Pesantren
  • Info Beasiswa
  • Suara Muslim
  • Info Masjid
  • Info Kuliner
  • Info Sehat
  • Info Tekno
  • Seputar Rumah
  • Kota Surabaya
  • Info Bekasi
  • Jasa Publikasi
  • Info Santai
  • About Us
  • Tim Redaksi
  • Disclaimer
  • Contact Us
  • Privacy Policy
  • Pedoman Siber
  • Home
  • Nasional
  • Regional
  • Heritage
  • Lifestyle
    • Pariwisata
  • Saintek
  • Ekonomi
Seedbacklink
Indonesia SentrisIndonesia Sentris
Follow US
@2025 | IndonesiaSentris
Welcome Back!

Sign in to your account

Username or Email Address
Password

Lost your password?