Logo Indosia sentris Logo Indosia sentris
  • Home
  • Nasional
  • Regional
  • Heritage
  • Lifestyle
    • Pariwisata
  • Saintek
  • Ekonomi
Reading: Usulan Menu Baru MBG, Jangkrik Bos
Share
Search
Font ResizerAa
Khazanah IndonesiaKhazanah Indonesia
  • Nasional
  • Pariwisata
  • Heritage
  • Saintek
Search
  • Home
  • Nasional
  • Regional
  • Heritage
  • Lifestyle
    • Pariwisata
  • Saintek
  • Ekonomi
Follow US
Made by ThemeRuby using the Foxiz theme. Powered by WordPress
Home » Blog » Usulan Menu Baru MBG, Jangkrik Bos
Dialektika

Usulan Menu Baru MBG, Jangkrik Bos

By admin
Last updated: 30/01/2025
4 Min Read
Share
makan bergizi gratis
ilustrasi Ai

INDONESIASENTRIS.COM | Bayangkan ini: Anak-anak berhamburan dari kelas, berlari menuju ruang makan, duduk manis, lalu membuka kotak makan siang dari program Makan Bergizi Gratis (MBG). Alih-alih ayam goreng atau ikan bakar, mereka disambut oleh jangkrik panggang, bersanding nasi, sayur pecel, dan seiris buah mangga.

Tidak, ini bukan episode Fear Factor, melainkan visi dari Kepala Badan Gizi Nasional (BGN), Dadan Hindayana, yang mengusulkan serangga sebagai bagian dari menu MBG. Pro-kontra pun bermunculan, dari yang memuji inovasi ini sebagai langkah maju, hingga yang mengernyitkan dahi seraya bertanya, “Sudah semiskin inikah kita?”

Mari kita pecahkan persoalan ini dengan cermin terang yang memantulkan realita. Usulan ini memang menggugah, tetapi apakah jangkrik atau serangga lainnya seperti ulat sagu benar-benar cocok menjadi jawaban atas masalah gizi bangsa? Keseriusan kita dalam mengatasi rendahnya gizi anak-anak kita kini diuji.

Di satu sisi, jangkrik kaya protein —50-60% pada jangkrik kering, kata hasil laboratorium satu universitas besar di Yogya. Jangkrik bisa menjadi solusi cepat saji, sehat, dan —mungkin— lezat. Namun, di sisi lain, jangkrik juga bisa menjadi simbol bagaimana ide besar sering kali gagal memahami kenyataan sosial dan budaya masyarakat.

Kita akui, Dadan benar dalam satu hal: keragaman pangan adalah kunci ketahanan gizi. Beberapa daerah di Indonesia memang sudah akrab dengan konsumsi serangga. Di wilayah Gunung Kidul, belalang goreng adalah camilan yang tak kalah dari keripik kentang. Tapi apakah jangkrik dapat diterima secara nasional?

Anggota DPR, Arzeti Bilbina, dengan bijak mengingatkan bahwa masyarakat kita tidak bisa dipaksa melompat dari ayam goreng ke jangkrik goreng dalam semalam. “Harus dipertimbangkan kulturnya,” katanya, dengan nada mengkhawatirkan potensi trauma massal pada anak-anak yang disuguhi jangkrik tanpa peringatan.

Satu fakta penting yang sering dilupakan adalah bahwa makanan bukan hanya soal nutrisi, tetapi juga soal identitas. Nasi, tempe, dan ayam goreng bukan sekadar isi piring, tetapi simbol budaya yang menyatukan kita sebagai bangsa. Memasukkan jangkrik ke dalam menu nasional tanpa sosialisasi yang tepat bisa jadi seperti mencoba menukar Garuda Pancasila dengan simbol jangkrik emas.

Namun, mari kita jujur —jika Thailand dan China bisa menjual serangga sebagai camilan pinggir jalan, mengapa kita tidak? Thailand menjadikan jangkrik sebagai produk ekspor bernilai jutaan dolar. Mungkin kita terlalu serius memandang jangkrik sebagai “makanan darurat”. Padahal, jangkrik sebenarnya bisa menjadi simbol inovasi dan keberanian melawan stigma. Siapa tahu, suatu hari nanti, “rendang jangkrik” akan menjadi ikon kuliner baru Indonesia.

Namun, di balik humor ini ada realita pahit. Mengusulkan jangkrik sebagai solusi gizi tanpa mengatasi akar masalah adalah seperti menempelkan plester di luka menganga.

Masalah kita bukan kekurangan jangkrik, tetapi kurangnya akses masyarakat terhadap protein yang terjangkau dan berkualitas. Mengapa tidak fokus pada meningkatkan produksi ikan atau ayam, yang sudah diterima secara luas, ketimbang menciptakan resistensi budaya yang malah menghambat tujuan gizi nasional?

Jika ingin sukses, program ini membutuhkan tiga hal: edukasi, sosialisasi, dan adaptasi. Edukasi tentang manfaat gizi jangkrik harus dilakukan, tetapi dengan bahasa yang sederhana dan akrab. Sosialisasi harus menggandeng tokoh masyarakat, bahkan mungkin influencer, untuk mengubah persepsi masyarakat.

Dan terakhir, adaptasi adalah kuncinya. Jangkrik bisa diperkenalkan bukan sebagai menu utama, tetapi sebagai campuran protein tambahan dalam makanan yang sudah dikenal, seperti tepung untuk roti atau camilan.

Dengan pendekatan yang tepat, jangkrik bisa menjadi solusi, bukan bahan olok-olok. Sebaliknya, tanpa langkah strategis, usulan ini akan menjadi “jangkrik bos” yang hanya terdengar lucu tetapi tak pernah serius dijalankan. Akhirnya, mari kita berharap bahwa jangkrik di piring kita akan menjadi simbol inovasi, bukan parodi kebijakan yang kehilangan arah.[]

Catatan Cak AT – Ahmadie Thaha
Ma’had Tadabbur al-Qur’an, 29/1/2025

TAGGED:belalangmakan menu serangga

Sign Up For Daily Newsletter

Be keep up! Get the latest breaking news delivered straight to your inbox.
[mc4wp_form]
By signing up, you agree to our Terms of Use and acknowledge the data practices in our Privacy Policy. You may unsubscribe at any time.
Share This Article
Facebook Email Copy Link Print

SUBSCRIBE NOW

Subscribe to our newsletter to get our newest articles instantly!
[mc4wp_form]

HOT NEWS

phri dki jakarta

Rakerda PHRI, Ini Imbauan Menteri Lingkungan Hidup untuk Usaha Hotel dan Restoran

LifestylePariwisata
14/06/2025
Indonesia Tragis, Indonesia Butuh Anies

Indonesia sedang Tragis, Indonesia Butuh Anies

Seorang Anies Baswedan tak membutuhkan validasi kepemimpinannya. Anies juga tak harus mengumbar prestasinya.

14/06/2025
boki-maruru-halteng

Inilah 8 Wisata Alam yang Eksotik di Halamahera Tengah, Yuk Berwisata!

Halmahera Tengah merupakan salah satu wilayah kabupaten di Provinsi Maluku Utara. Berikut destinasi wisata Halmahera…

14/06/2025
Bayt-Al-Qur_an Museum-Istiqlal

Bayt Al-Qur’an dan Museum Istiqlal Resmi jadi Museum Tipe A

Bayt Al-Qur’an dan Museum Istiqlal, yang berada di bawah naungan Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an (LPMQ),…

21/01/2025

YOU MAY ALSO LIKE

Ribuan Ton Antiobiotik Mengancam Kehidupan Sungai

INDONESIASENTRIS.COM | Bayangkan Anda sedang batuk-pilek, lalu sang dokter dengan penuh kasih sayang menuliskan resep antibiotik. Anda pun menenggaknya, berharap si…

Dialektika
20/05/2025

Lilin Bagi Indonesia Gelap

Di bawah terik matahari, mahasiswa Indonesia kembali menyalakan lilin. Sebuah aksi yang bukan sekadar simbolik, tetapi juga filosofis

Dialektika
19/02/2025

Menjerit Dalam Diam

INDONESIASENTRIS.COM | Negara terus memproduksi manusia-manusia yang sejatinya telah menjadi 'binatang' yang paling buas. Berkumpul dan bermufakat, segelintir orang berhasil…

Dialektika
19/05/2025

Larang Sana, Larang Sini

Amerika Serikat (AS), sang penjaga gerbang inovasi, berusaha mengunci pintu rapat-rapat, sementara China, dengan senyum dermawan, justru membuka gerbangnya selebar-lebarnya.

Dialektika
05/02/2025

Logo Ikon Indonesia Sentris

Web Syndication:

  • jurnalsecurity.com
  • destinasiindonesia.com
  • promoukm.com
  • seputarhalal.com
  • inilahkita.com
  • suarapesantren.com
  • beasiswakampus.com
  • suaramuslim.id
  • suaramasjid.com
  • caramakan.com
  • carasehat.net
  • beritakamera.com
  • rumahayah.com
  • inibekasi.com
  • persrilis.com
  • About Us
  • Tim Redaksi
  • Disclaimer
  • Contact Us
  • Privacy Policy
  • Pedoman Siber
  • Home
  • Nasional
  • Regional
  • Heritage
  • Lifestyle
    • Pariwisata
  • Saintek
  • Ekonomi
Seedbacklink
Khazanah IndonesiaKhazanah Indonesia
Follow US
@2025 | IndonesiaSentris
Welcome Back!

Sign in to your account

Username or Email Address
Password

Lost your password?