JAKARTA | Seorang ilmuwan asal Belanda, Karel A Steenbrink, pernah menyebut bahwa Al Washliyah adalah organisasi terbesar ketiga setelah Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah. Organisasi yang lahir di Kota Medan ini telah banyak memberi kontribusi bagi persatuan umat dan kemajuan Indonesia.
Sejak berdiri tahun 1930 hingga saat ini Al
Washliyah telah eksis menjadi organisasi Islam yang menjaga kelestarian mazhab
Sunni di Tanah Air. Organisasi ini mencoba mempersatukan perbedaan furu’iyah di
kalangan masyarakat.
Tokoh ulama di balik Al Washliyah Syeikh
Muhammad Yunus yang merupakan pimpinan Maktab Islamiyah Tapanuli (MIT) yang
didirikan pada 19 Mei 1918.
Nama ini semakin ‘meroket’ dengan dukungan
Syeikh Hasan Maksum yang merupakan Mufti Kerajaan Deli. Karena itu, Al
Washliyah dipandang sebagai organisasi yang berasal dari ulama dan banyak
melahirkan ulama.
Sekretaris PB Al Washliyah Periode 2015-2020 M
Razvi Lubis menyebut bahwa Syeikh Haji Muhammad Yunus merupakan ulama sekaligus
pimpinan di Maktab Islamiyah Tapanuli (MIT) Medan. Ilmu agamanya begitu tinggi
dan terkenal sebagai ulama yang wara’.
Syekh Muhammad Yunus lahir di Pecukaian Kota
Binjai, Sumatera Utara pada 1889. Dari didikannya, banyak lahir ulama-ulama
dari Sumatera utara. Ulama-ulama itu sebagian besar turut dalam membesarkan Al
Washliyah.
Seperti ditulis dalam Buku 1/4 Abad Al
Washliyah, Syeikh Muhammad Yunus tidak langsung memberikan nama organisasi. Ia
terlebih dahulu mendirikan salat dua rakaat dan berdoa memohon petunjuk kepada
Allah SWT. Barulah setelah itu ia menyampaikan agar diberikan nama Al
Jam’iyatul Washliyah untuk nama perkumpulan yang akan didirikan kepada
murid-muridnya.
Peresmian Al Washliyah pada tanggal 30
November 1930 bertempat di Maktab Islamiyah Tapanuli (MIT) Medan Jalan Hindun
Kota Medan. Pertemuan lebih besar pun digelar karena mendapat perhatian sangat
luas dari masyarakat Kota Medan.
Syeikh Muhammad Yunus dikenal sebagai seorang
ulama Al Washliyah yang selama hidupnya mengembangkan dakwah dan pendidikan
Islam. Banyak ulama-ulama terkenal yang menuntut ilmu melalui beliau di
antaranya adalah H Abdurrahman Syihab, H Baharuddin Ali, OK H Abdul Aziz, H
Ismail Banda, Abdul Wahab dan lain-lain.
Syeikh Muhammad Yunus di Perkampungan memang
lahir di Pecukaian Binjai pada tahun 1889. Namun, ia berasal dari Gunung
Beringin Kecamatan Penyabungan, Kabupaten Mandailing Natal.
Ayahnya bernama H Muhammad Arsyad. Di Kota
Binjai ia menuntut ilmu pengetahuan dasar agama dengan sabar dan tekun.
Melanjutkan pelajarannya di Titi Gantung Binjai dan berguru dengan Syekh H
Abdul Muthalib. Kemudian berguru dengan tuan Syekh H Abdul Wahab Rokan
Naksyabandi di perguruan Babussalam Langkat.
Syeikh Muhammad Yunus juga pernah berguru
dengan Syeikh Muhammad Idris Petani di Malaysia (Kedah). Kemudian pernah
melanjutkan pendidikannya ke Mekkah (Saudi Arabia) belajar dengan Syeikh
Abdurrahman, Syeikh Abdul Qadir Mandili, dan Syeikh Abdul Hamid.
Setelah beberapa tahun menjadi murid, di sana
ia pun mengajar di Makhtab Sultiah Mekkah. Sekembalinya dari Saudi, ia menambah
pengetahuannya lagi di Malaysia (Penang) dengan Syekh Jalaluddin Petani dan
Syekh Abdul Majid Keala Muda Penang.
Setelah tiba di Tanah Air, ia menyumbangkan
tenaga dan pikirannya di Maktab Islamiyah Tapanuli Medan dan menjadi guru atau
kepala di madrasah tersebut. Makhtab tersebut merupakan madrasah tertua di
Sumatera bagian Timur.
Kecintaannya terhadap dunia pendidikan dan
dakwa tidak diragukan lagi. Syeikh Muhammad Yunus tetap mengajar meski dalam
kondisi kurang sehat. Ia mengajar di beberapa madrasah Al Washliyah dari pagi
hingga petang.
Dalam usianya yang ke-60, di saat Indonesia
dijajah Belanda pada 1948-1950, beban tanggung jawab Syekh Yunus sangat berat
khususnya dalam bidang ekonomi untuk menutupi kebutuhan keluarga. Apalagi, ia
memiliki seorang istri dan sepuluh orang anak yang masih kecil.
Untuk menghidupi keluarganya, Syekh Yunus
sampai harus mengajar di berbagai tempat. Di antaranya, ia mengajar di sekolah
menengah Islam Al Washliyah di Jalan Hindu, Madrasah Al Washliyah di jalan
Mabar, mengajar di Jalan Sungai Kera Medan, Pasar Bengkel, dan Perbaungan.
Selain berdakwah dan mengisi forum-forum
pengajian, kegiatan mengajar di madrasah itulah yang ditekuni Syekh Yunus
setiap harinya. Ketika usianya semakin lanjut, Syekh Yunus menderita sakit dari
hari ke hari dan penyakitnya semakin parah.
Karena menderita sakit, Syeikh Muhammad Yunus
berpulang ke Rahmat Allah pada tanggal 7 Juli 1950 bertepatan pada tanggal 1
Syawal 1364 H dalam usianya ke 61 tahun. jasadnya dimakamkan di Perkuburan
Sungai Deli, Medan. Di areal makam itu berdiri sebuah masjid bernama Masjid
Jami’ Silalas.
Komentar0